ISLAM DI AFRIKA TIMUR, ASIA TENGGARA DAN CINA
1.
ISLAM DI AFRIKA TIMUR
Ira M.
Lapidus (1993:524), profesor bidang sejarah di Universitas California, secara
implisit, menjelaskan bahwa yang dimaksud Afrika Timur pada abad ke-10 sampai
abad ke-19 mencakup Sudan, Ethiopia, dan Somalia. Pada abad ke-20 ada wilayah
yang memisahkan diri dari Ethiopia setelah bencana kekeringan dan kelaparan
yaitu Eriteria.
Dalam
sejarahnya Sudan Timur (Negara Sudan Modern) memisahkan diri dari Sudan Tengah.
Sudan Timur berutang pada fakta bahwa Islam menyebar sampai ke Sudan Timur dari
Mesir. Penetrasi Arab pada Abad ke IX M. ini kemudian diikuti oleh Mamluk. Pada
tahun 1317, Gereja Dongola diubah menjadi Masjid. Kemudian Islam disebarkan ke
setiap daerah oleh Arab keturunan. (Ira M. Lapidus, 1993:524-6).
Islam
disebarkan di Funj tidak hanya oleh elite politik dan masyarakat pedagang,
tetapi didukung oleh migrasi sarjana-sarjana Muslim dan orang-orang suci ke
berbagai daerah Funj. Pada abad ke-16, perlindungan di Funj menarik bagi para
sarjana dari Mesir Afrika Utara, dan Arabia
Pada abad
ke-18, kerajaan Funj mengalami disintregasi. System perkawinan yang berada di
bawah naungan kekuasaannya juga ikut hancur, kerajaan-kerajaan local memperoleh
ekonomi. Para sultan juga kehilangan kekuasaan kontrolnya terhadap perdagangan.
Pada tahun 1820-1821 kerajaan Funj berada di bawah Mesir yang kemudian di Funj
diperkenalkan administrasi negara barudan tendensi keagamaan Islam yang baru.
Arabisasi
dan Islamisasi Funj selanjutnya mengikuti perluasan Islam dan kerajaan-kerajaan
di selatan dan barat. Di Darfur, abad ke-16, didirikan kerajaan baru, Keira,
yang merupakan Negara kecil yang multi etnik. Negara Keira mewarisi konsep
Sudan tentang Negara ketuhanan (Sudanics concepts of divine king-ship) yang
diatur dan dibatasi oleh ritual agama penyembah berhala (rituals of Pagan
origin).
Pada akhir
abad ke-18, ‘Abd al-Rahman al-Rasyid menggabungkan Sultan Darfuryang kemudian
disebut al-Fashir. Penggabungan Darfur yang disertai dengan Islamisasi yang
didukung oleh para pedagang dan para sufi dari Sudan, Mesir, Arabia dan Afrika
Barat.
Demikianlah
Islam di Sudan yang disebarkan oleh orang-orang suci dari Mesir dan Arab dengan
pendekatan kultural dan structural. Pendekatan cultural diwujudkan dengan
menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah-sekolah dan masjid, dan melalui
pernikahan para faqis dengan wanita
setempat. Sedangkan pendekatan srtuktural adalah melalui usaha secara politik.
2.
ISLAM DI ASIA TENGGARA
Marcopolo
dalam perjalanannya dari Cina menuju Persia pada tahun 1292, telah mengunjungi
delapan kerajaan di Sumatera. Dari delapan Negara yang dikunjunginya, hanya
satu kerajaan yang dianggapnya telah memeluk Islam, yaitu Perlak. Para pedagang
Muslim mengislamkan Perlak hanya di sekitar perkotaan, penduduk yang tinggal di
pedalaman tetap kafir dan menyembah apa saja yang mereka lihat pada pagi hari (H.
J. e Graaf dalam Azyumardi Azra (ed.), 1989:3).
Mengenai
kedatangan Islam ke Asia Tenggara terdapat tiga pendapat.
a)
Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa Islam
dating ke Asia Tenggara langsung dari Arab atau Hadramaut. Pendapat ini
pertama-tama dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861),
de Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam yang
dating ke Asia Tenggara berasal dari Arab. Keyzer berpendapat bahwa Islam yang
dating ke Asia Tenggara berasal dari Mesir yang bermazhab Syafi’i. Niemann dan
de Hollander berpendapat bahwa Islam yang dating ke Asia Tenggara berasal dari
Hadramaut karena kesamaan mazhab yang dianut, yaitu mazhab Syafi’i.
b)
Kedua, Islam yang datang ke Asia Tenggara
berasal dari India. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel pada
tahun 1872. Ia berkesimpulan bahwa yang membawa Islam ke Asia Tenggara adalah
orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India.
Pendapat ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronye. Ia menyatakan bahwa para
pedagang Kota Pelabuhan Dakka di India Selatan adalah pembawa Islam ke Asia
Tenggara (Sumatera). Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh Morrison pada
tahun 1951 dengan menunjuk tempat yang pasti di India, yaitu pantai Koromandel.
c)
Ketiga, pendapat yang ketiga mengatakan bahwa
Islam di Asia Tenggara berasal dari Benggali (kini Bangladesh). Sambil mengutip
pendapat Tom Pires, Azra mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di
Pasai adalah orang-orang Benggali dan keturunannya. Pendapat ini dikemukakan
oleh Fatimi, namun dibantah oleh Drewes yang mengatakan bahwa pendapat Fatimi
hanya perkiraan belaka, karena mazhab yang dianut di Benggala adalah mazhab
Hanafi buka mazhab Syafi’i.
Islam
didakwahkan di Asia Tenggara melalui tiga cara, yaitu : Pertama, melalui dakwah para pedagang Muslim dalam jalur
perdagangan yang damai, kedua,
melalui dakwah para da’i dan orang-orang suci yang dating dari India atau Arab
yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir, dan ketiga, melalui kekuasaan atau peperangan dengan negara-negara
penyembah berhala.
Penetrasi
islam di asia Tenggara secara umum dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu :
a)
Pertama, penetrasi dimulai dengan kedatangan islam
dan ditandai pula dengan kemerosotan dan kehancuran kerajaan Majapahit pada
abad ke-14 dan ke-15. Meskipun tidak berarti aspek hukum terabaikan, dimensi
tasawuf tetap unggul dalam tahap Islamisasi ini, setidaknya sampai abad ke-17.
Dalam beberapa segi ternyata “cocok” dengan latar belakang masyarakat setempat
yang dipengaruhi asketisme Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan lokal.
b)
Kedua, Penetrasi Islam kedua dimulai sejak
datang dan mapannya kekuasaan kolonialis di Asia Tenggara. Belanda berkuasa di
Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina sampai abad
ke-19.
c)
Ketiga, Penetrasi Islam ketiga bermula pada bad
ke-20, ditandai dengan “liberalisasi” kebijakan pemerintah kolonial, terutama
Belanda di Indonesia. Karena Kristen sudah terlanjur dihubungkan dengan
penjajah, ia sulit dijadikan mekanisme pertahanan diri penduduk Nusantara pada
umumnya. Disamping itu, kepercayaan lain yang sudah dipengaruhi oleh
Hindu-Budha tidak tampil sebagai pemersatu, karena Hindu-Budha hanya berada di
pusat kekuasaan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3.
ISLAM DI CINA
Cina
memiliki sejarah meliputi jangka waktu lebih dari 4000 tahun, sehingga termasuk
negara yang berperadaban tertua di dunia di samping India, Mesir dan
Mesopotamia. Dalam jangka waktu 4000 tahun lebih, Cina mempunyai 24 dinasti dan
2 republik, yaitu Republik Nasional cina dan Republik Rakyat Cina.
T’ai Tsung
naik tahta pada tahun 626, empat tahun setelah Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya
meninggalkan Mekah menuju Madinah. Pada waktu T’ai Tsung mempertahankan dan
mempersatukan Cina, Nabi Muhammad SAW baru meletakkan dasar-dasar negara Islam.
T’ai tsung pada tahun 638 M., pernah menolak memberikan bantuan kepada
Yazdegerd yang pada waktu itu memerintah wilayah yang sekarang temasuk Iran,
Afganistan dan Pakistan yang meminta pertolongan untuk melawan kekuatan baru,
yaitu orang-orang Islam.
Pada tahun
705, Qutaibah bin Muslim menuju ke timur dari Khurasah ke Asia Tengah. Sepuluh
tahun kemudian, ia berhasil menundukkan Bukhara, Khawarizm, Samarkand dan
sampai ke Farganah, daerah yang termasuk Asia Tengah. Menurut al-Thabari,
Qutaibah berhasil melintasi pegunungan langit–benteng kokoh yang melindungi
Cina dari barat.
Pada tahun
750 M., Dinasti Umayah dijatuhkan oleh Dinasti Bani Abbas. Satu tahun kemudian,
tentara Muslim berhadapan dengan tentara Cina utuk pertama kalinya di Talas.
Dengan bantuan orang-orang Turki umat Islam dapat mengalahkan tentara Cina.
B.
ISLAM DI DUNIA DEWASA INI
Bagian ini
kita membicarakan Islam kontemporer dalam perspektif studi kawasan, yaitu
keadaan dan perkembangan umat Islam sekarang ini di berbagai negara, yaitu
Islam di Barat (Amerika Serikat), Islam di Cina, dan Islam di Asia Tenggara.
1.
ISLAM DI AMERIKA SERIKAT
Dalam
mengkaji sejarah Muslim Amerika Serikat, Ahmad Winters menyarankan untuk
meneliti lima sumber informasi, yaitu (1) dokumen-dokumen yang ditinggalkan
oleh Msulim yang dijual sebagai budak serta para pedagang budak, (2) sejarah
perkembangan Islam di Afrika Barat, (3) data statistik tentang
kelompok-kelompok etnik yang dijual sebagai budak, (4) wilayah-wilayah yang
merupakan tempat tinggal tuan-tuan pembeli budak, dan (5) data tentang jumlah
budak yang dijual ke wilayah tertentu pada setiap tahunnya.
Dalam literatur terdapat suatu anggapan bahwa Muslim Amerika pertama adalah
imigran Arab dari kalangan Afro-Amerika dengan cara jual beli budak. Anggapan
ini dibantah oleh Akbar Muhammad. Ia mencatat bahwa orang Amerika pertama yang
tercatat sebagai pemeluk Islam adalah Reverend Norman, seorang misionaris
gereja Metodis di Turki yang memluk Islam pada tahun 1870.
Disamping
itu, migrasi orang-orang Islam ke Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19 hingga
paruh kedua abad ke-20, sekurang-kurangnya terjadi lima gelombang :
a)
Pertama, migrasi terjadi pada tahun 1875 hingga
1912. mereka yang bermigrasi pada umunya dalah para pemuda desa yang tidak
terpelajar dan tidak mempunyai keterampilan. Mereka berasal dari Syiria,
Jordania, Palestina dan Libanon yang ketika masih berada di bawah Pemerintahan
Utsmani.
b)
Kedua, migrasi terjadi pada tahun 1918 sampai
1922, yaitu setelah terjadi Perang Dunia Pertama.
c)
Ketiga, migrasi terjadi tahun 1930 sampai 1938
yang terkondisikan karena kebijakan imigrasi Amerika Serikat yang memberikan
prioritas kepada mereka yang keluarganya telah lebih dahulu menetap di Amerika
Serikat.
d)
Keempat, migrasi terjadi pada tahun 1947 hingga
tahun 1960. para imigran yang datang ke Amerika Serikat pada gelombang ini
bukan saja berasal dari Timur Tengah, tapi berasal dari India, Pakistan, Eropa
Timur dan Uni Soviet.
e)
Kelima, migrasi dimulai pada tahun 1967 sampai
sekarang. Mereka yang datang ke Amerika Serikat pada gelombang ini, selain
karena alasan ekonomi, juga dikarenakan alasan politik. Karena konfrontasi dengan
Israel dan konflik-konflik lain. Mereka yang datang pada umumnya orang-orang
terpelajar. Karena itu, imigran Muslim ke Amerika Serikat yang populer pada
gelombang ini, antara lain Fazlur Rahman dari Pakistan yang menjadi guru besar
Universitas Chicago, Sayyed Hosein Nashr dari Irang yang menjadi Guru Besar
Universitas Washington, Isma’il al-Faruqi yang menjadi Guru Besar di
Universitas Harvard.
Cara mereka mempertahankan keislamannya telah digambarkan oleh Eric C.
Lincoln dalam bukunya, The Black Muslin
in America. Pada awal bukunya, Lincoln menceritakan penilaian sebagaian
mahasiswanya terhadap ajaran Kristen. Mereka menganggap orang-oarang Kristen
yang mengklaim dirinya sebagai “anak” Tuhan adalah orang-orang munafik.
Perlakuan mereka terhadap orang-orang negro (Afro-Amerika) tidak adil.
2.
ISLAM DI CINA
Di Cina
dewasa ini, agama Islam bukan hanya tetap hidup, tetapi juga berangsur-angsur
berkembang. Di Lanzkou, di tepi Sungai Kuning, tempat asal kebudayaan Cina,
sebuah masjid dan madrasah berdiri berdampingan dengan pagoda-pagoda Budha di
Tanah Lapang Pagoda Putih. Orang Cina setiap pagi menggerakkan badannya untuk
melakukan latihan Tai Ji (gerak badan
harian) sebagai pemuda-pemudi Muslim mulai belajar dan melakukan shalat.
Statistik
pemerintah menunjukkan jumlah Muslim Cina tidak kurang dari 14 juta orang,
tetapi angka-angka tidak resmi di luar pemerintah menyebutkan umat Islam di
negeri Cina lebih dari itu. Setelah revolusi kebudayaan, tahun 1966,
masjid-masjid banyak yang ditutup, dan dihancurkan. Sekarang masjid-masjid itu
bukan hanya dibuka tetapi juga diperbaiki atau dibangun kembali. Al-Qur’an yang
dulu dihancurkan oleh Pertahan Sipil Merah yang memimpin revolusi kebudayan itu,
dicetak kembali dan dibagi-bagikan dengan biaya pemerintah.
Imam Dawud
Shi Kunbin menginformasikan bahwa sekitar 500 sampai 600 jamaah mengambil
bagian pada shalat jumat di Niu Ji, masjid terbesar dari 40 masjid yang
dipergunakan oleh masyarakat Muslim Beijing (Peking) yang berjumlah sekitar
180.000 orang.
Penjelasan
Imam Dawud Shi Kunbin, pada tahun 1983 terdapat 1.000 orang lebih umat Islam
Cina yang menunaikan ibadah haji. Di Lanzjou terdapat Sekolah Tinggi Islam yang
mendidik anak-anak muda lulusan madrasah untuk menjadi imam.
Umat Islam
di Cina sekarang inimemperolah sikap toleransi dari praktik-praktik agama lain.
Ternak babi oleh orang-orang buka Muslim dilarang, umat Islam juga memperoleh
tempat pemakaman tersendiri. Orang-orang Muslim melakukan pernikahan di muka
imam, buruh-buruh Muslim diberi libur selama hari-hari besar Islam.
Sekarang
ini di Cina telah diberlakukan Undang-undang Otonomi Regional bagi
bangsa-bangsa minoritas yang diputuskan oleh Kongres Rakyat Nasional keenam.
Undang-undang tersebut memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk mengamalkan
agamnya dan meraka dapat berpartisipasi di bidang politik, ekonomi dan
kebudayaan.
3.
ISLAM DI ASIA TENGGARA
Kedudukan
umat Islam di berbagai negara di Asia Tenggara bermacam-macam. Secara umum,
mereka dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama,
umat Islam berkedudukan sebagai warga mayoritas seperti di Indonesia, Malaysia
dan Brunei Darussalam. Dan kedua,
umat Islam berkedudukan sebagi warga minoritas seperti di Singapura, Thailand
dan Filipina.
Meskipun
berkedudukan sebagai mayoritas dan minoritas, namun sosial keagamaan
bangsa-bangsa Asi Tenggara memiliki beberapa kesamaan :
a)
Pertama, dominannya mazhab Syafi’i di bidang
fikih. Persoalan mahzab fikih tidak serius, kecuali di Indonesia pada
pertengahan abad ke-20.
b)
Kedua, perselisihan internal antara apa yang
disebut “tradisi kecil” dan “tradisi besar” walaupun dengan derajat intensitas
yang berbeda. Di Indonesia, ketegangan antara santri dan abangan pernah
begitu mendalam, akibatnya adanya politisasi atas perbedaan-perbedaan kultural.
Organisasi
keagamaan di Asia Tenggara dibentuk untuk mengatasi kepentingan umat Islam di
Asia Tanggara yang menyebut dirinya South
East Asian Shari’ah Law Association / SEASA – Perhimpunan Ahli Syari’ah
se-Asia Tenggara. Perhimpunan ini didirikan pada tanggal 11 Agustus 1983 di
Manila, Filipina.
Selain
SEASA, terdapat pula sidang menteri agama dan pejabat tinggi agama ASEAN yang
membahas tentang makanan umat Islam.
Sidang ini disebut MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, dan Singapura). Dalam setiap pertemuan MABIMS, utusan dari Thailand
dan Filipina selalu hadir sebagai peninjau. Perbedaan pokok antara SEASA dan
MABIMS adalah bahwa SEASA berorientasi pada kajian, penelitian bersifat
praktis, yaitu melakukan tindakan pengawasan terhadap makanan.
Di
negara-negara yang minoritas penduduknya beragama Islam, seperti Singapura,
Filipina dan Thailand, pengadilan agama hanya menangani perkara-perkara hukum
kekeluargaan.
Dari aspek
politis, Muslim Patani di Thailand tampak memperlihatkan ketidakpuasannya
terhadap sistem politik yang ada. Hal ini setidak-tidaknya terilustrasikan dari
sejumlah artikel yang ditulis oleh mahasiswa Islam Patani yang belajar di
Indonesia. Ketidaksukaan mereka terhadap penguasa, antara lain dikemukakan oleh
Suya, H.A. Ia mengatakan bahwa umat Islam Patani tidak diberi kesempatan untuk
berusaha dan berdikari menentukan cara hidup, baik dalam beragama, berbudaya,
berkarya dan melakukan kegiatan ekonomi, maupun dalam berpolitik.
Di
Filipina, kedudukan pengadilan agama cukup baik, karena Mahkamah Agung negara
itu telah mengeluarkan peraturan pada tanggal 20 September 1985 yang khusus
mengatur mekanisme yang berlaku bagi pengadilan agama. Di negara ini telah
diberlakukan Hukum Perdata Muslim Filipina, diundangkan melalui Keputusan
Presiden nomor 1083. Di Singapura telah ditetapkan Ordonansi Muslim 1957 yang
mengatur pengangkatan pejabat pencatatan perkawinan Islam dan Kathi Kepala atau para Kathi, Peradilan Syari’ah, Mufti, dan Majlis Banding pemberlakuan Undang-Undang
Hukum Muslim yang mulai berlaku pada tahun 1966. sedangkan pada tahun 1975 di
Singapura dibentuk undang-undang mengenai dana pembangunan Masjid dalam rangka
mobilisasi dana Muslim.
ISLAM DI AFRIKA TIMUR, ASIA TENGGARA DAN CINA
ISLAM DI AFRIKA TIMUR, ASIA TENGGARA DAN CINA
Tag :
Tokoh