Riwayat Syekh Jalaludin Ar-Rumi


Riwayat Syekh Jalaludin Ar-Rumi

Tokoh| Riwayat Syekh Jalaludin Ar-Rumi| Bagi beberapa orang, terutama di kalangan pecinta puisi, pecinta sastra dan sejarawan Islam. Nama Jallaludin Rumi 'sudah terbiasa terdengar. 

Beliau merupakan seorang sarjana 'besar, Sufi dan juga seorang penyair. Seiring dengan Sheikh Hisamuddin juga, Rumi mengembangkan atau Maulawiyah Thariqat Jalaliyah. Thariqat di Barat dikenal sebagai The Whirling Dervishes (dari Darwisy yang berputar-putar). 

Nama itu muncul karena para penganut Thariqat ini melakukan berputar tarian, disertai dengan drum dan seruling, menjadi peringatan akan mereka untuk mencapai sebuah tingkatan atau dikenal dengan ekstase. Atau yang sering kita sebut Darwish tari. Selama 15 tahun terakhir hidupnya ia berhasil menghasilkan sebuah karya besar puisi dan mengagumkan Masnawi bernama. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 ayat puisi.

Jalaluddin Rumi Maulana Muhammad ibn Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau kadang-kadang disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabi 'al-Awwal 604 Hijriah tahun, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya adalah keturunan dari Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. 

Apakah ibunya berasal dari Khwarazm keluarga kerajaan. Ayah Rumi adalah seorang ulama saleh, mistik ke depan, seorang guru terkenal di Balkh. Ketika 3 tahun Rumi karena bentrokan di kerajaan keluarga meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Rumi diambil dari sana pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam alhi. Di kota ini Attar Rumi bertemu dengan anak laki-laki yang memprediksi pengungsi ini akan suatu hari nanti terkenal yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.


Koleksi puisi terkenal Rumi disebut al-Matsnawi al-Maknawi mengatakan adalah sebuah revolusi ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatan. Isinya juga mengkritik langkah dan arah filsafat yang cenderung melampaui batas, dan kultus dikebiri perasaan rasio.

Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan penyair sufi lainnya. Melalui puisinya Rumi mengatakan bahwa pemahaman tentang dunia telah diakses hanya melalui cinta, bukan semata-mata melalui kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga mengatakan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang cocok.

Karakteristik lain yang membedakan puisi Rumi pekerjaan sufi penyair sering ia mulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi ini tidak berarti ia ingin menulis puisi naratif. Cerita-cerita ini digunakan sebagai alat pikiran dan ide pernyataan.

Banyak ditemukan cerita dalam sebuah puisi Rumi yang tampaknya berbeda tetapi sebenarnya memiliki makna simbolis keselarasan. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan berarti sejarah, tetapi menampilkannya sebagai gambar simbolis. Tokoh-tokoh seperti Yusuf, Musa, Yakub, Yesus dan lain-lain ia ditampilkan sebagai simbol keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang angka-angka ini dikenal sebagai orang yang kewalahan oleh cinta ilahi.

Tidak ada makhluk hidup di dunia ini yang abadi, dan semuanya akan kembali kepada-Nya. Pada tanggal 5 Jumadil H atau 672 End 17 Desember 1273 pada usia 68 tahun Rumi dipanggil ke Rahmatullah. Ketika tubuh hendak berangkat, orang-orang lokal berdesak-desakan untuk mengiringi jenazah Beliau. Malam itu kematiannya dikenal sebagai Sebul Flow (Malam Unifikasi). Sampai sekarang para pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal tersebut sebagai hari Khoul sepeninggalnya.

Epitaph AR-Jalaluddin Rumi
Ketika kita mati, tidak mencari makam kami di bumi, tetapi melihat hati manusia.

Setiap atom menari di darat atau di udara
Sadari baik-baik, seperti kita, ia berputar-putar tanpa henti di sana
Setiap atom, entah itu bahagia atau sedih,
Putaran matahari adalah ekstase yang tak terperikan

Rumi

Shalawat disenandungkan, gendang mulai bertabuh, seruling ney mulai ditiup. Sekelompok darwis mengenakan atribut yang seragam. Topi yang memanjang ke atas, jubah hitam besar, baju putih yang melebar di bagian bawahnya seperti rok, serta tanpa alas kaki. Mereka membungkukkan badan tanda hormat lalu mulai melepas jubah hitamnya. Posisi tangan mereka menempel di dada, bersilang mencengkram bahu. Di tengah-tengah mereka tampak seorang Syaikh, yang berperan sebagai pemimpin. Jubah hitam tetap ia kenakan. Ia maju mengambil tempat. Kini giliran syaikh tersebut membungkukkan badannya pada darwis lainnya, mereka pun balas menghormat.

Sekelompok darwis itu kemudian membentuk barisan. Satu per satu maju. Setelah sang pemimpin memberi restu, maka ritual pun dimulai.

Tangan-tangan masih menyilang di bahu. Kaki-kaki yang telanjang mulai merapat. Lalu dimulailah gerakan berputar yang lambat, dengan tumit kaki dijadikan sebagai tumpuan secara bergantian, sementara kaki yang satunya sebagai pemutar. Perlahan-lahan tangan dilepas dari bahu dan mulai terangkat. Gerakan tangan yang anggun itu berangsur membentuk posisi horizontal. Telapak tangan kanan menghadap ke atas, yang kiri ke bawah.


Lukisan abad 17 yang menunjukan upacara dervish di India

Semakin lama gerakan semakin cepat, selaras dengan ketukan irama yang mengiringinya. Mata-mata itu nampak semakin sayu, sebagian terpejam. Kepala mereka semakin condong ke salah satu pundaknya. Semakin cepat putaran, rok-rok putih yang mereka kenakan semakin mengembang sempurna laksana payung yang terbuka. Orang-orang itu semakin larut. Suasana magis seolah tercipta.

Gendang belum berhenti bertabuh, ney(8) masih mengalun syahdu. Tanpa isyarat dari sang pemimpin ritual untuk berhenti, mereka akan terus melambung dalam keadaan ekstase.

Posisi tangan yang membentang secara simbolik menunjukkan bahwa hidayah Allah diterima oleh telapak tangan kanan yang terbuka ke atas, lalu disebarkan ke seluruh makhluk oleh tangan kiri. Ini merepresentasikan sebuah penyerahan dan penyatuan dengan Tuhan.

Atribut yang dikenakan juga merupakan metafora yang menyimpan makna. Topi Maulawi –yang biasanya berwarna merah atau abu-abu– melambangkan batu nisan ego, jubah hitam sebagai simbol alam kubur yang ketika dilepaskan melambangkan kelahiran kembali menuju kebenaran, baju putih adalah kain kafan yang membungkus ego, dan ney melambangkan jiwa yang dinafikan dari diri, digantikan dengan Jiwa Ilahi. Seruling buluh ini juga melambangkan terompet yang ditiupkan malaikat di hari kebangkitan untuk menghidupkan kembali orang yang mati. Karpet merah yang biasa diduduki oleh sang syaikh melambangkan keindahan matahari dan langit senja, yang waktu itu menghiasi kepergian Rumi untuk selamanya.

Samâ' bukanlah sembarang tarian, melainkan tarian yang memuat konsep spiritual didalamnya. Samâ' bisa dikatakan sebagai sebuah metode intuitif untuk membimbing setiap Individu untuk membuka jalan jiwanya menuju Tuhan. Ketika akal pikiran tak sanggup lagi menjangkau Tuhan, maka metode semacam ini ditempuh.

Dalam samâ', putaran tubuh mengibaratkan elektron yang bertawaf mengelilingi intinya menuju sang Maha Kuasa. Harmonisasi perputaran di alam semesta, dari sel terkecil hingga ke sistem solar, dimaknai sebagai keberadaan Sang Pencipta. Pikirkan ciptaan-Nya, bersyukur dan berdoalah. “Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu .” QS. 64:1.

Akhirnya kita saksikan sang pemimpin mulai berdiri. Tabuhan gendang terdengar dipercepat, seiring itu putaran tubuh pun semakin kencang. Kemudian syaikh itu memberikan isyarat untuk berhenti. Seketika itu musik dan para penari pun berhenti. Dan pertunjukan pun berakhir. Tanpa tepuk tangan, karena samâ' bukanlah sebuah pagelaran seni.

Dengan berputarnya tubuh yang berlawanan dengan arah jarum jam, para penari merangkul kemanusiaan dengan cinta. Manusia diciptakan dengan Cinta untuk mencinta. “Semua cinta adalah jembatan menuju Cinta. Siapa saja yang tak merasakannya tak akan tahu,” demikian kata Rumi .

Makam Rumi di Konya dikelola oleh pemerintah Turki sebagai obyek wisata. Setiap tahunnya, terutama antara tanggal 2-17 Desember, ribuan peziarah dari delapan penjuru mata angin berkunjung, menyaksikan para pengikut Maulawi berputar untuk memperingati “malam penyatuan”, malam di mana sang guru tercinta wafat.

Mausoleum Konya menyimpan kenangan. Saksi bisu sejarah tatkala ujaran sang penyair agung mengisi lembar peradaban luhur Islam melalui karya estetisnya, menjadi sumber inspirasi yang membakar jiwa para pecinta di segenap penjuru dunia.

Seperti gelombang di atas putaran kepalaku,
maka dalam tarian suci Kau dan aku pun berputar
Menarilah, Oh Pujaan Hati,
jadilah lingkaran putaran
Terbakarlah dalam nyala api-bukan dalam nyala lilin-Nya

Rumi

Dengan berputarnya tubuh yang berlawanan dengan arah jarum jam, para penari merangkul kemanusiaan dengan cinta.
Bahwa Tuhan menciptakan dan memberikan Cinta itu menjadi sebuah inti dari semua cinta, yang dapat menghilangkan semua batasan (batasan baik itu agama, budaya, ataupun ras). Di antara semua makhlukNya. Sehingga mereka dapat mencintai semua mahkluk manusia, dan mencintai mahkluk yang lain. Dan itu dapat menjadi sebuah obat untuk menyembuhkan penyakit individualis dan egoism dalam diri manusia.


Lukisan whirling dervishes di tekke di Konstantinopel pada abad 18

Dan Rumi telah menterjemahkan itu semua dalam kesempurnaan bentuk, baik secara ucapan dalam bentuk puisi dan tarian Sema dalam putaran jasad. Untuk dirinya merasakan cinta itu, dan membagikan cinta itu kepada makhluknya.

Perlu disampaikan, bahwa penjelasan ini tidak bermaksud mengajak pembaca untuk menari di hadapan Tuhan, apalagi menganggapnya sebagai ritual yang sejajar dengan shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Cerita Cinta ini sekadar untuk memperkenalkan khazanah keislaman yang dibawa oleh seorang Mawlana Jalaluddin Rumi, yang masyhur bukan saja di Timur, tapi juga di Barat.

Terlepas dari keberatan sebagian ulama fikih yang memandang musik dan tarian sebagai sesuatu yang diharamkan secara syariat, jalan spiritual melalui tasawuf –yang notabene sering menggunakan musik dan tarian sebagai media– telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peradaban Islam. Terlebih, dalam prakteknya tasawuf mampu memainkan peranan sebagai obat bagi penyakit spiritual yang dilanda manusia modern yang semakin teralienasi dari poros eksistensi.

Ikhtisar :
http://ifud17.wordpress.com/syair-rumi/
http://penyair.wordpress.com/2007/03/29/biografi-jalaludin-rumi/
http://ms.wikipedia.org/wiki/Jalal_al-Din_Muhammad_Rumi
http://thesufism.blogspot.com/2008/12/karakterisrik-sufisme-jalaluddin-rumi.html
http://sufiroad.blogspot.com/2010/06/tarian-rumi.html

Semoga bermanfaat dan berguna ya temen-temenku semuanya, dan yang terpenting dan utama jangan lupa dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jangan putus asa, jangan menyerah, yakin hidup adalah perjuangan, jadikanlah masalah sebuah nilai yang positif untuk mencari sebuah alternatif penyelesaian. Terima kasih sudah mau mampir di blog sederhana saya, Selamat beraktifitas semua.  

LINK DOWNLOAD SSH SINGAPURA-FULL SPEED



Riwayat Syekh Jalaludin Ar-Rumi


Riwayat Syekh Jalaludin Ar-Rumi

Tag : Tokoh
Comments
0 Comments
0 Komentar untuk "Riwayat Syekh Jalaludin Ar-Rumi"

PERATURAN KOMENTAR
1. berkomentarlah yang baik dan sopan
2. no spam no link aktiv
3. kalau mau bertanya harus sesuai tema postingan
4. pengunjung yang baik adalah. yang meningalkan jejak walau hanya trimakasih

Back To Top